Diantrilestari's Blog

May 25, 2010

AKUNTANSI INFLASI

Filed under: Uncategorized — diantrilestari @ 12:52 pm

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan dan Prinsip Akuntansi

Akuntansi keuangan merupakan media informasi yang disusun oleh manajemen selaku pengelola bisnis untuk kepentingan publik khususnya investor dan kreditor. Informasi akuntansi terjadi pada keuangan perusahaan yang memberikan gambaran mengenai kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu (neraca) serta hasil usahanya pada periode tertentu (laba/rugi). Penelitian di USA, Inggris dan NZ (Harahap, 1996) menunjukkan bahwa laporan keuangan merupakan sumber informasi pertama dalam keputusan investasi, memprediksi potensi arus kas yang akan diterima dan dikaitkan dengan ketidakpastian, menilai kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba, menilai kemampuan manajemen dalam mencapai tujuan utama perusahaan, dan yang terakhir memberikan informasi yang aktual dan interpretatif tentang transaksi dan kejadian lainnya. Untuk mencapai tujuan akuntansi dan laporan keuangan tersebut, perlu diketahui perbedaan antara postulat, konsep, prinsip, dan standar (tekhnik) akuntansi.

Postulat merupakan asumsi dasar yang terkait dengan lingkungan bisnis tempat akuntansi beroperasi. Konsep akuntansi, yaitu pernyataan yang dapat membuktikan kebenaran atau aksioma yang sudah diterima umum karena sesuai dengan tujuan laporan keuangan. Prinsip merupakan pendekatan umum yang digunakan dalam pengakuan dan pengukuran kejadian akuntansi. Sedangkan standart (tekhnik) akuntansi merupakan peraturan khusus yang berisikan tentang bagaimana standart perlakuan pencatatan dan pelaporan terhadap semua transaksi yang di alami suatu entitas (Harahap, 2001).

Indonesia adalah salah satu negara berkembang. Masalah umum yang sering dihadapi negara berkembang adalah tingginya tingkat inflasi. Sejak krisis moneter tahun 1998, harga-harga di pasaran cenderung naik. Tahun 2007 saja tingkat inflasi di Indonesia adalah 6,59 persen. Hal ini bisa diartikan bahwa aktiva yang dimiliki harganya akan berkurang sebesar 6.59 persen sedangkan pendapatan dinilai terlalu tinggi sebesar angka yang sama.

Banyak study mengenai inflasi di negara-negara berkembang, menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian musim yang terlalu cepat, bencana alam, dan sebagainya), atau hal-hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya memburuknya term of trade; utang luar negeri; dan kurs valuta asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Inflasi

Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat atau adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-mempengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.

2.1.1    Penyebab Inflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan atau desakan biaya produksi. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment.

Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi adalah sebagai berikut:

  • Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa
  • Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
  • Kenaikan harga barang impor
  • Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru
    • Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998. akibatnya angka inflasi mencapai 70%.

2.1.2    Penggolongan Inflasi

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu, inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.

Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation). Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

  1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
  2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
  3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
  4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

2.1.3    Mengukur inflasi

Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:

  • Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
  • Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
  • Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk meramalkan tingkat IHK di masa depan karena perubahan harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
  • Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas-komoditas tertentu.
  • Indeks harga barang-barang modal
  • Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru, barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.

2.1.4    Dampak Inflasi

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif- tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.

Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi.

Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat.

Bagi orang yang meminjam uang kepada bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.

Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).

Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

2.2       Perubahan dari Konsep Stable Monetary Unit

Stable Monetary Unit merupakan salah satu prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa kesatuan moneter itu dianggap stabil. Nilai uang yang ditetapkan dari pos-pos laporan keuangan, misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya. Pos ini memiliki angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar dimasa yang akan datang tanpa ada perubahan (Harahap,2001). Padahal dimana saja didunia ini kita tidak pernah mendengar ada valuta yang memiliki nilai yang stabil. Ada yang mengalami apresiasi dimana nilai tukarnya atau daya belinya naik (deflasi) dan yang paling umum nilai tukar atau daya belinya justru menurun (inflasi). Di Indonesia pada tahun 1965 tertinggi sampai 650 %, pada tahun 1999 saja tingkat inflasi di Indonesia mencapai 9,35%. Ini menunjukkan bahwa prinsip Stable Monetary Unit hanya dalam asumsi tidak pernah ditemukan dalam kenyataan. Prinssip ini adalah untuk memudahkan perumusan teori dan asumsi akuntansi keuangan.

Permasalahan diatas memunculkan sebuah kritik yang menyatakan informasi yang disajikan laporan keuangan pada masa inflasi justru sia-sia karena nilai-nilai yang terdapat didalamnya tidak relevan dan tidak sesuai dengan kenyataan. Dari permasalahan tersebut muncul usulan yang moderat yang artinya kita masih bisa menggunakan historical cost accounting, tetapi harus dibuat informasi atau laporan suplemen yang memuat dampak inflasi itu terhadap laporan keuangan, selain itu terdapat usulan lain yaitu menggunakan akuntansi inflasi.

Akuntansi inflasi ini berupaya untuk menyusun laporan keuangan yang memuat dampak dari inflasi atau penurunan nilai beli uang itu pada laporan keuangan sehingga laporan. keuangan menunjukkan satuan mata uang pada tingkat harga yang berlaku saat itu bukan lagi harga historis.

2.3 Akuntansi Inflasi

Metode yang digunakan dalam akuntansi inflasi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah pada nilai laba yang lebih relavan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflasi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflasi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode, yaitu :

  1. General Price Level

Dalam metode General Price Level misalnya metode historical cost disesuaikan dengan perubahan tingkat harga sehingga pada masa inflasi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost.

Keuntungan GPL adalah sebagai berikut :

  • Dapat menjelaskan pengaruh inflasi pada perusahaan
  • Dapat meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
    • Membantu pemakai laporan menilai arus kas dimasa yang akan datang secara lebih baik
    • Memperbaiki tingkat kepercayaan rasio laporan keuangan yang dihitung dari angka-angka laporan keuangan yang sudah disesuaikan.

Kelemahan GPL adalah sebagai berikut :

  • Inflasi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamaratakan
  • GPL tidak bermakna bagi perusahaan
  • Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas
  • Rasio itu adalah indikator mentah
  1. Current Cost Accounting

Menurut Edgar Edwards dan Philips Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar konsep CCA ini. Menurut merka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagaimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada. Berikut ini adalah beberapa bentuk current cost :

  • Replacement cost adalah nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva baru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter, sepertinya persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajiakan menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa inflasi sering terjadi backlog depreciation atau penyusutan yang bersaldo negatif. Dalam penyajiannya hutang ini harus disajikan nilai diskontonya. Pada masa inflasi nilai dari replacement value ini lebih besar dari general price level.

Metode ini dikritik dalam hal :

  • Subjektivitas penilaian atau taksiran harganya sehingga angka-angka yang timbul tidak didasarkan pada transaksi yang sebenarnya.
  • Dalam hal harga suatu aktiva menurun maka penurunan itu akan menimbulkan pembebanan ke laba rugi (misalnya penyusutan dan harga pokok produksi) lebih rendah dari beban pada historical cost. Akhirnya income akan lebih tinggi dari historical cost.
  • Perubahan harga umum tidak tergambar dalam metode replacement cost ini, karena hanya untuk aktiva tertentu. Oleh karenanya metode replacement cost ini dianggap bukan merupakan metode akuntansi inflasi
  • Sukar melakukan perbandingan antar perusahaan yang saling berbeda.

Walaupun ada kritik ini, sebagai pihak menganggap bahwa metode ini paling mudah diterapkan dalam akuntansi inflasi.

  • Reproduction cost adalah istilah lain yang hampir sama dengan replacement cost ini. Disini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi seperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu.
  • Net Realizable Value

Harga pasar sekarang adalah harga atau kas yang di peroleh jika suatu aktiva dijual sekarang. Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current market value ini adalah net realizable value.

NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjulan. Pada masa inflasi nilai dari net relizable value ini lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.

  • Selling Price

Di sini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpa dikurangi biaya penjualan sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lain yang disebut sebelumnya.

  • Expected value

Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value kas di masa yang akan datang.

2.4       Monetary Non-Monetary Items

Monetary Item adalah aktiva atau kewajiban yang dinilai atau disajikan dalam unit uang yang tetap misalnya kas, piutang, hutang atau kewajiban lainnya yang angka dan jumlah nilai uangnya yang tetap itulah yang akan ditagih, dibayar di masa yang akan datang tanpa ada perubahan. Nilai ini adalah nilai historis dan nanti nilai net realizable value-nyalah yang akan direalisasi. Karena nilainya itu juga menggambarkan nilai sekarang (current value) untuk aktiva jenis ini tidak perlu disesuaikan kecuali untuk mengetahui present value dari nilai yang diharapkan ditagih (expected value) di masa yang akan datang.

Non-monetary items adalah nilai dimana jumlah uangnya tidak ditetapkan menurut kontrak perjanjian. Dalam metode historical cost ini digambarkan sebagai old cost bukan nilai sekarang. Dalam metode current value harga baru itu yang dicoba digambarkan dengan harga sekarang.

2.5 Model Akuntansi

Ada tiga model akuntansi yang berbeda, yaitu :

  1. Historical Cost Accounting
  2. Replacement Cost Accounting
  3. Net Realizable Value Accounting

2.5.1    Atribut yang Akan Dinilai

Atribut yang dinilai untuk masing-masing model akuntansi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

  • Dalam model Historical Cost Accounting, Atribut yang dinilai adalah jumlah uang atau kas atau sejenisnya yang dibayar untuk mendapatkan aktiva atau membayar sejumlah hutang yang dibebankan dalam unit uang yang timbul dari perolehan aktiva itu.
  • Dalam model Replacement Cost Accounting, atribut yang dibayar adalah uang kas atau sejenisnya yang akan dibayar untuk memperoleh aktiva yang sama dan sejenis saat sekarang atau jumlah hutang yang akan dibebankan untuk memperolah aktiva tersebut.
  • Dalam model Net Realizable, atribut yang dinilai adalah jumlah uang kas atau sejinsnya yang akan diperoleh dengan menjual aktiva sekarang atau jumlah uang yang harus dibayar untuk menebus kewajiban itu sekarang.
  • Dalam model Present Value atau Capitalized Value, atribut yang dinilai adalah arus kas masuk bersih yang diharapkan akan diterima dari penggunaan aktiva atau arus kas keluar net yang diharapkan akan dibayar untuk membayar kembali hutang.

Atribut itu dapat kita golongkan dalam tiga cara sebagai berikut :

  • Fokus penilaian dapat berupa masa lalu (historical cost), masa kini (replacement cost dan net realizable value), dan masa yang akan datang (present value).
  • Jenis transaksi : historical cost dan replacement cost merupakan transaksi perolehan atau pembebanan hutang, net realizable value dan present value menyangkut penjualan aset dan pembayaran hutang.
  • Sifat kejadian awalnya : historical cost didasarkan pada kejadian yang sebenarnya, present value berdasarkan kejadian yang diharapkan, dan replacement cost dan net realizable value didasarkan pada kejadian yang sifatnya hipotesis (anggapan).

2.5.2 Unit Measure

Ada dua jenis unit ukuran yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

  • Unit Moneter (Uang)

Dalam model ini yang menjadi unit pengukuran adalah unit uang.

  • Unit Daya Beli (Purchasing Power)

Dalam model ini yang menjadi alat ukur adalah daya beli uangnya yang tentu berbeda apabila waktunya berbeda.

2.6 Penilaian dan Perbandingan terhadap Model Akuntansi

Dalam menilai dan membandingkan model penilaian akuntansi tersebut, model Present Value sengaja tidak diikutkan karena beberapa kelemahan sebagai berikut.

  1. Sukarnya menaksir penerimaan kas di masa yang akan datang.
  2. Pemilihan tingkat diskonto yang sangat bervariasi
  3. Alokasi arbitrer dari taksoran arus kas dalam menilai aset
  4. Alokasi arbitrer dan taksiran arus kas dari masing-masing aktiva secara individual

Dalam menilai dan membandingkan model-model ini maka yang menjadi dasar penilaian adalah.

  1. Kesalahan yang timbul akibat masalah waktu (timing error)

Timing error timbul akibat perubahan nilai yang terjadi dalam suatu periode tertentu, tetapi dicatat, diperhitungkan, dan dilaporkan pada periode yang lain.

  1. Kesalahan akibat alat ukur ( measuring unit errors)

Kesalahan akibat alat ukur ini terjadi apabila laporan keuangan tidak disajikan dengan menggunakan dan mempertimbangkan tenaga beli dari mata uang tersebut.

  1. Kesulitan dalam penafsiran (interpretability)

Laporan keuangan harus dipahami tanpa salah pengertian. Dalam menafsirkan laporan keuangan kita harus memahami masalah pengertian dan penggunaanya. Dengan perkataan lain, agar model akuntansi dapat dipahami maka kita harus menggunakan rumus :

“Jika…………………, maka………………….” atau (if……….them).

Dengan rumus ini maka para pembaca lapoiran keuangan akan memahami arti serta kegunaanya. Akuntansi memiliki alat ukur yang menghasilkan ukuran tertentu, misalnya model akuntansi yang menggunakan unit sebagai alat ukur berarti hasilnya adalah bahwa itu dinyatakan dalam jumlah rupiah (Number of Dollars = NOD).

Demikian juga jika kita gunakan konsep Historical Cost dengan “ukuran tenaga beli umum”, akan tetap menghasilkan jumlah rupiah (Number of Dollars). Sementara itu, apabila konsep Current Value yang diukur dengan tenaga beli umum, akan menghasilkan ukuran barang atau Command of Goods (COG)

  1. Relevansi

Informasi akuntansi harus relevan artinya harus bermanfaat bagi pemakainya khususnya untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Namun, karena model akuntansi yang ada masih memiliki makna yang masih kabur seperti masalah NOD dan COG tadi, sulit bagi pembaca menjadikan informasi akuntansi itu relevan tanpa menguasai ilmu akuntansi lebih mendalam.

2.7       Ilustrasi Beberapa Alternatif Model Akuntansi

Untuk memberikan gambaranyang jelas antara beberapa alternative model akuntansi ini kita misalkan PT Sipangko Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2005 akan memasarkan produk baru yang disebut ESTIMA. Mdal berjumlah Rp 30.000,-, utangnya Rp 30.000,-, dengan bunga 10 %. Pada tanggal 1 Januari PT Sipangko Jaya memulai kegiatannya dengan membeli 6.000 unit ESTIMA dengan harga Rp 10,- per unit. Pada tanggal 1 Mei perusahaan menjual 5.000 unit dengan harga Rp 15,- per unit.

Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2005 adalah sebagai berikut:

Januari 1 Mei 1 Desember 1
Replacement Cost 10 12 13
Net Realizable Value 15 17
General Price Level Index 100 130 156
  1. 1. Alternatif dengan Melihat Sudut “Unit of Money”

Alternatif yang kita bahas disini adalah menyangkut kesalahan yang timbul karena waktu. Untuk itu, model yang akan kita bahas adalah:

  1. Historical Cost Accounting
  2. Replacement Cost Accounting
    1. Net Realizable Value Accounting

Laporan Laba Rugi

Laporan laba rugi untuk ketiga model itu adalah sebagai berikut:

PT Sipangko Jaya

Laporan Laba Rugi

Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2005

Keterangan                                           Historical          Replacement                 Net Realizable

Cost                 Value                           Value

Hasil                                                                             75.000                         92.000

Harga Poko Penjualan                          50.000             60.000                         73.000

Laba Kotor                                          25.000             15.000                         19.000

Bunga 10%                                            3.000               3.000                           3.000

Laba Operasi                                       22.000             12.000                         16.000

Realisasi holding gain and loss   sudah termasuk 10.000                         10.000

Holding gain and loss yang            tidak dihitung              3.000                           3.000

Tidak direalisasi

General Price level gain                  tidak dihitung       tidak dihitung                  tidak dihitung

and loss

Laba bersih                                          22.000             25.000                         29.00

PT Sipangko Jaya

Neraca

31 Desember 2005

Keterangan                                           Historical          Reolacement                 Net Realizable

Cost                 Value                           Value

Harta

Kas                                               72.000             72.000                         72.000

Persediaan                         10.000 13.000 17.000

Total Harta                                           82.000             85.000                         89.000

Utang & Modal

Kewajiban                         30.000             30.000                         30.000

Modal :

Modal Saham                                30.000 30.000 30.000

Laba ditahan

Realisasi                                        22.000             22.000                         22.000

Belum realisasi                                   –                     3.000                           7.000

Total laba ditahan                                 22.000 25.000 29.000

Total Modal Setor                                52.000 55.000 59.000

Total Utang & Modal                           82.000             85.000                         89.000

Analisis perbedaan akibat waktu

Total Laba HC RC NRV
Laba yang dilaporkan Kesalahan Laba yang dilaporkan Kesalahan Laba yang dilaporkan Kesalahan
29.000 22.000 7.000 25.000 4.000 29.000 0
  1. 2. Alternatif Dengan Menggunakan Model Akuntansi yang Diukur Dengan Unit Tenaga Beli Umum

Dalam model ini yang kita bahas adalah:

  1. General Price Level Adjusted Historical Accounting
  2. General Price Level Adjusted Replacement Cost Accounting
  3. General Price Level Adjusted Net Realizable Value Accounting

PT Sipangko Jaya

Laporan Laba Rugi

Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2005

Keterangan GPLA

HC

GPLA

RC

GPLA

NRVA

Hasil

Harga Pokok Penjualan

90.000

78.000

90.000

72.000

107.000

85.000

Laba Kotor

Bunga 10%

12.000

3.000

18.000

3.000

22.000

3.000

Laba Operasi

Real Realized Holding Gain and Loss

Real Unrealized Holding Gain and Loss

General Price Level Gain and Loss

9.000

termasuk

tidak dihitung

1.800

15.000

(6.000)

(2.600)

1.800

19.000

(6.000)

(2.600)

1.800

Laba Bersih 10.800 8.200 12.200

PT Sipangko Jaya

Neraca Menurut General Price Level

Per 31 desember 2005

Keterangan GPL

HC

GPL

RC

GPL

NRVA

Aktiva:

Kas

Persediaan

72.000

15.600

72.000

13.000

72.000

17.000

Total Aktiva

Pasiva:

Obligasi

Modal

Laba Ditahan:

Realized

Unrealized

Laba/Rugi GPL

87.600
30.000

46.800

9.000

(0)

1.800

85.000
30.000

46.800

9.000

(2.600)

1.800

89.000
30.000

46.800

9.000

1.400

1.800

Total Pasiva 87.600 85.000 89.000

Perhitungan Laba/Rugi General Price Level

Keterangan                                             Belum                   Faktur                   Setelah

Di Adjust               Konversi              di Adjust

Net Monetary Asset

Tanggal 1 Januari 2005:                           30.000                    156/100                46.800

Ditambah:

Monetary Receipts                                     75.000 156/30                 90.000

105.000                                              136.800

Dikurangi:

Monetary Payments                                   60.000                    156/100               93.600

Bunga (10%)                                               3.000 156/156                3.000

63.000                                               96.600

Net                                                              42.000                                               40.200

Net Monetary Asset 31-12-2005                                                                          40.200

Actual Monetary Asset per 31-12-2005                                                               42.000

Laba Akibat General Price Level                                                                           1.800

Analisis Tipe Kesalahan Masing-masing Model

No Accounting Model Timing error Measureng-Unit Error Interpretation Relevance
Operating Profit Holding Gains NOD

(Number of dollars)

COG

(Command of Goods)

1 Historical-cost accounting Ya Ya Ya Ya Tidak Tidak
2 Replacement-cost Ya Hilang Ya Ya

Laba Rugi

Ya

Harta

Ya

Harta

3 Net-realizable-value accounting Hilang Hilang Ya Ya

Laba Rugi dan Utang

Ya

Aktiva Moneter dan Utang

Aktiva Moneter
4 General price-level-adjusted historical cost accounting Ya Ya Hilang Ya Ya Ya
5 General Price-level-adjusted replacement-cost accounting Ya Hilang Hilang Hilang Ya Ya
6 General Price-level-adjusted net-realizable-value accounting Hilang Hilang Hilang Hilang Ya Ya

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pada masa inflasi, laporan keuangan GPLA lebih informatif dibanding historical cost, namun material atau tidaknya perbedaan yang ditimbulkan GPLA tergantung pengaruhnya terhadap perusahaan tersebut, sehingga GPLA bukan dimaksudkan untuk mengganti laporan keuangan historical cost, tetapi hanya sebagai supplement report untuk digunakan sebagai informasi tambahan dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi laporan keuangan sehingga tujuan dari pelaporan akuntansi terpenuhi. Hal ini didasari oleh pernyataan Standar Akuntansi Keuangan di Indonesia bahwa informasi tambahan antara lain mengenai pengungkapan pengaruh perubahan harga bersifat tidak mengikat.

3.2 Saran

Adapun saran atau rekomendasi yang dapat penulis berikan terkait  dengan pengembangan studi teori akuntansi adalah diharapkan  kita memahami lebih dalam tentang teori-teori akuntansi yang ada dan bisa mengimplementasikan ke dunia bisnis. Namun keberadaan makalah ini diharapkan dapat menjadi referensi positif baik  bagi mahasiswa untuk lebih memahami materi mata kuliah teori akuntansi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Sari, Dian Inda (2006), Akuntansi Inflasi Dalam Menilai Relevansi Laporan Keuangan Suatu Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8 No. 2, p. 78-91, http://4putciput.weebly.com/uploads/1/3/5/5/1355290/akuntansi_inflasi_dalam_menilai_relevasi_laporan_keuangan_suatu_perusahaan.pdf

www.kompas.com

www.id.wikipedia.org

www.idx.co.id

1 Comment »

  1. trimakasih atas ilmunya,,, 🙂

    Comment by eni — October 23, 2011 @ 10:58 pm


RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.